MENGAPA MEMILIH NAHDLATUL ULAMA (NU)?
http://www.ansortrenggalek.or.id/2019/01/mengapa-memilih-nahdlatul-ulama-nu.html
Ahlussunah wal Jama’ah adalah faham keislaman
yg dianut mayoritas muslim dunia, termasuk masyarakat Nusantara. Dalam
organisasi, mayoritas mengikuti Nahdlatul Ulama yg didirikan Hadratus Syekh
Hasyim Asy’ari, KH. Abdul Wahab Hasbullah, KH. Bisri Syansuri, dan para alim
lainnya.
Di dalam Nahdlatul Ulama, kita menemukan
jalan untuk berjama’ah dalam amaliyah, fikrah, harakah, dan ukhuwah.
NU tidak hanya mengurusi gerakan (harakah),
tapi juga:
1.
Amaliyah
Aswaja, seperti tahlilan, istighatsah, ziarah kubur, maulid, qunut, muamalah,
munakahah, dll. Yang fardhu, sudah pasti, yang sunnah juga NU lakoni. Seperti
shalat gerhana, shalat tasbih, dsb.
2.
Fikrah Aswaja,
seperti pesantren, madrasah, pengajian, majlis ta’lim, dakwah media dan mimbar,
kajian ilmiyah bahtsul matsail, dll. Termasuk dalam fikrah, adalah akidah
aswaja.
3.
Ukhuwah
Aswaja, yaitu insaniyah, wathaniyah, dan Islamiyah. NU mengurusi perdamaian
masyarakat lokal dan dunia.
Kita menemukan muqabalah (pembanding)
karakteristik ini dalam beberapa ormas lain. Walaupun ada beberapa ormas yang
hanya menonjol dalam urusan harakah, atau gerakan.
Di NU, kita menemukan kesemua unsur itu.
Kita pilih Ber-NU, sebagai jama’ah sekaligus
jam’iyyah untuk diri dan keluarga.
Kita berjamaah, karena Nabi Muhammad
ShallaLlahu ‘alaih wasallam mewajibkan untuk bersama jama’ah :
عليكم بجماعة
المسلمين وامامهم
Kenapa berjama’ahnya di NU?
Karena nilai-nilai NU, sejalan dengan prinsip
Islam rahmatan lil alamin.
NU yang berpegang teguh pada Al-Qur’an,
Hadits, Ijma, dan Qiyas.
Tidak ghuluw (berlebihan/ekstrim), tetapi
memiliki karakter atau khashaish sebagaimana ditetapkan dalam Munas di Surabaya
pada 2006:
1.
Tawassuthiyyah
(pola pikir moderat dengan senantiasa bersikap tawazun dan i’tidal; tidak
tafrith ‘gegabah dan tidak ifrath ‘ekstrem),
2.
Tasamuhiyah
(toleran),
3.
Ishlahiyyah
(reformatif),
4.
Tathowwuriyah
(dinamis),
5.
Manhajiyah
(pola pikir metodologis),
Tanpa jama’ah, kita ibarat debu di semesta
yang luas.
Tanpa jam’iyyah (organisasi), kita ibarat
sepotong rumput liar yang tidak terurus.
Kita Ber-NU, memilih jalur NU, bersanad
melalui guru-guru Aswaja. Ada sandaran, ada rujukan, dan ada pertanggung
jawabannya.
NU yang lahir pada 31 Januari 1926, memiliki
tanggung jawab besar untuk mengawal kehidupan beragama dan bernegara dalam
bingkai NKRI.
Dalam Bahtsul Matsail Muktamar NU tahun 1936
di Banjarmasin, jauh sebelum Indonesia merdeka disebutkan bahwa Indonesia
adalah “Negara Islam” (baca: wilayah Islam). Ini bisa dimaknakan sbg mengambil
petunjuk negara yang dibangun oleh Rasulullah di Madinah, yang berdasar
kesepakatan kaum muslimin dan penduduk
non-muslim.
Dengan Piagam Madinah, tidak mengedepankan
Islam semata tetapi persatuan dan kesatuan, sebagaimana Firman Allah
وَمَا
أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
Tidaklah Kami mengutusmu, melainkan untuk
menjadi rahmat bagi sekalian alam [Al-Anbiyâ’/21:107].
Semoga kita diakui murid KH. Hasyim Asy’ari,
bersambung sanad juga kepada KH. Kholil Bangkalan, Syekh Nawawi Al-Bantani,
para Imam Ahlussunnah wal Jama’ah, dan dikumpulkan bersama para ulama salafus
shaleh yang mumpuni dalam duniawi dan ukhrawi.
Aamiin ya robbal alamiin..
الحق بلا نظام
يغلبه الباطل بالنظام
Kebenaran tanpa struktur, akan dikalahkan
oleh kebathilan yang terstruktur.
Wallahul muwaafiq ilaa aqwamit thoriq..
Disarikan dari berbagai sumber, terutama buku
Khazanah Aswaja, Tim Aswaja NU Center PWNU Jatim.
Sumber : Aswaja Center