Lima Pendekatan Dakwah Wali Songo
http://www.ansortrenggalek.or.id/2019/03/lima-pendekatan-dakwah-wali-songo.html
Wali Songo memiliki peran yang sangat
signifikan dalam sejarah perkembangan Islam di Nusantara, utamanya.
Bagaimana tidak, selama tujuh abad lamanya –sejak abad ke-7 hingga
ke-14- Islam ‘tertolak’ di wilayah Jawa. Namun pada saat akhir abad
ke-14 atau awal abad ke-15, hampir semua masyarakat di pesisir pantai
utara Jawa sudah memeluk Islam. Tidak lain itu diyakini sebagai hasil
dakwah dari Wali Songo.
Oleh sebab itu, ada
penilaian kalau dakwah Wali Songo adalah dakwah yang paling sukses dan
berhasil karena mampu mengislamkan masyarakat Jawa. Yang tidak kalah
menarik, perubahan masyarakat Jawa, dari agama sebelumnya –Hindu, Budha,
Kapitayan, dan lainnya, menjadi Muslim, hanya berlangsung sekitar 50
tahunan. Lagi-lagi, itu merupakan hasil dari kecanggihan dan kejeniusan
dakwah Wali Songo.
Lantas, bagaimana ada apa
strategi dakwah yang dilakukan Wali Songo sehingga membuahkan hasil yang
gemilang seperti itu? Dalam buku Islam Indonesia, Islam Paripurna: Pergulatan Islam Pribumi dan Islam Transnasional (Imdadun Rahmat, 2017), setidaknya ada lima pendekatan dakwah yang digunakan Wali Songo.
Pertama,
pendekatan teologis. Maulana Malik Ibrahim dan Sunan Ampel adalah yang
menggunakan pendekatan ini. Mereka berdakwah bahkan hingga ke tingkat
lapisan masyarakat paling bawah (waisya dan sudra) saat itu. Masyarakat
diajari tentang nilai-nilai Islam, perbedaan antara pandangan hidup
Islam dengan yang lainnya, dan menanamkan dasar-dasar Islam.
Kedua, pendekatan
ilmiah. Tidak seperti dua sunan sebelumnya, Sunan Giri berdakwah dengan
cara menggunakan pendekatan ilmiah. Ia membangun pesantren, membuat
pelatihan dan pengkaderan, serta menugaskan muridnya untuk berdakwah di
suatu tempat.
Tidak hanya itu, Sunan Giri juga
menggunakan permainan sebagai medium untuk berdakwah. Oleh karena itu,
ia menciptakan permainan anak-anak seperti jemblongan, tembang syair
seperti ilir-ilir, padang bulan, dan lainnya. Singkatnya, Sunan Giri
mengembangkan dakwah secara sistematis dan metodologis.
Ketiga,
pendekatan kelembagaan. Tidak semua anggota Wali Songo berdakwah di
masyarakat langsung. Ada juga yang berdawah di pemerintahan. Mereka
adalah misalnya Sunan Kudus dalam Kesultanan Demak Bintoro dan Sunan
Gunung Jati di Kesultanan Cirebon. Mereka ikut serta mendirikan
kesultanan dan aktif di dalamnya. Mereka memiliki pengaruh yang besar di
kalangan bangsawan, birokrat, pedagang, dan kalangan elit lainnya.
Keempat,
pendekatan sosial. Sunan Muria dan Sunan Drajat lebih senang hidup jauh
dari keramaian. Mereka memilih untuk berdakwah pada masyarakat kecil di
desa-desa atau kampung-kampung. Mereka mengajarkan masyarakat kecil
untuk meningkatkan pemahaman keagamaannya. Mereka juga membina
masyarakat agar kehidupan sosialnya meningkat.
Kelima, pendekatan
kultural. Dalam berdakwah, Sunan Kalijaga dan Sunan Bonang lebih
menonjol menggunakan pendekatan kultural. Mereka sadar bahwa budaya
adalah sesuatu yang sudah mendarah daging di masyarakat. Jika langsung
ditolak, maka masyarakat akan emoh mengikutinya. Solusinya, keduanya
melakukan islamisasi budaya. Budaya-budaya yang sudah ada dan berkembang
disisipi dengan ajaran-ajaran Islam. Tidak hanya itu, mereka juga
menciptakan budaya-budaya baru yang mengandung nilai-nilai Islam.
Diantara produk budaya yang mereka ciptakan dan masih ada hingga hari
ini adalah Gamelan Sekaten (dari kata syahadatain), Gapura Masjid (berasal dari kata ghofura), baju takwo (dari kata takwa), dan lain sebagainya.
Disadari
atau tidak, dakwah merupakan kunci utama untuk memperkenalkan Islam
kepada mereka yang tidak atau belum tahu tentangnya. Berhasil atau
tidaknya dakwah sangat dipengaruhi oleh orang yang melakukan dakwah itu
sendiri. Sejauh mana ia memahami ajaran agama Islam. Sejauh mana ia
mengenal sasaran dakwahnya (masyarakat). Dan seberapa lihai ia
mentransformasikan ajaran agama Islam kepada masyarakat sehingga
diterima dengan baik.
Melalui lima pendekatan
di atas, Wali Songo terbukti mampu mengislamkan hampir seluruh
masyarakat di pesisir pantai utara Jawa dalam tempo waktu yang cukup
singkat. Diakui atau tidak, itulah dakwah yang sangat gemilang. Dari
situ, umat Islam kini bisa saja mencontoh atau meneladani apa yang telah
dikerjakan Wali Songo. Tentunya dengan melakukan
penyesuaian-penyesuaian sebagaimana dengan situasi dan kondisi masa
kini. (A Muchlishon Rochmat)