Pimpinan Cabang Gerakan Pemuda Ansor Trenggalek

Selamat Datang di Blog Pimpinan Cabang Gerakan Pemuda Ansor Kabupaten Trenggalek

Selasa, 09 April 2019

Sanad Keilmuan KH Ma’ruf Amin: Dari Banten Sampai Makkah


Sosok KH Ma’ruf Amin sudah dikenal masyarakat luas sebagai ulama yang ahli di bidang dakwah dan ilmu fiqih. Tentu saja di balik itu, ia memperoleh ilmu tidak dari guru dan tempat sembarangan.

Bahkan, ia dijuluki sebagai “Santri Kelana” yang selama mudanya gemar belajar dari satu tempat ke tempat yang lain.

Sanad keilmuan Kiai Ma’ruf bersambung dengan jalur para ulama Nusantara yang mendirikan Nahdlatul Ulama (NU). Pertama-tama, Kiai Ma’ruf belajar kepada ayahnya, Kiai Muhammad Amin, yang terkenal sebagai ahli fiqih.

Kiai Amin belajar di Makkah selama 15 tahun, antara lain mengambil sanad keilmuan dari Sayyid Alawi Al-Maliki di Makkah. Kiai Amin menjadi guru banyak kiai di seputar Banten, mengajarkan kitab Al-Mahalli, Tuhfah, Al-Muhadz-dzab, dan lain-lain.

Lalu Kiai Ma’ruf belajar kepada kakeknya dari Ibu, Kiai Muhammad Ramli, yang mengambil sanad keilmuannya di Makkah, antara lain, dari Syekh Mahfuzh At-Tarmasi, ulama asal Tremas Pacitan yang menjadi guru para ulama NU. Kiai Ramli memberinya ijazah doa-doa yang diamalkan Kiai Ma’ruf sampai sekarang.

Lalu ia belajar sebentar di Perguruan Islam Citangkil, Cilegon, sebelum melanjutkan penjelajahan ilmunya ke Tebuireng, Jombang. Sepulang dari Tebuireng, Kiai Ma’ruf yang masih haus ilmu, belajar secara tabarrukan di tiga pesantren, yaitu di Caringin (Labuan Pandeglang), Petir (Serang), dan Pelamunan (Serang).

Setelah bermukim di Jakarta, ia melanjutkan pencarian ilmunya kepada Kiai Ahmad Mi’an dan Kiai Usman Perak di Masjid Al-Fudlola, sebuah masjid yang bersejarah di Tanjung Priok. Ia juga mengambil sanad keilmuan dari Habib Ali bin Husein Al-Attas yang dikenal sebagai Habib Ali Bungur.

Dengan kajian berbagai kitab yang komprehensif itu, Kiai Ma’ruf memiliki bekal yang matang dalam mengembangkan dirinya sebagai ulama. Perkembangan keilmuannya bahkan diakui oleh ayahnya sendiri.

“Kalau ada ajaran bahwa seorang ayah boleh sungkem pada anaknya, maka saya akan menjadi orang pertama yang akan sungkem pada Ma’ruf,” ujar Kiai Amin. (M. Zidni Nafi’)

Diolah dari buku Iip Yahya: KH Ma’ruf Amin, Santri Kelana Ulama Paripurna, 2019.
 
Sumber :  NU Online
Share:
Mengabdi Tanpa Batas, Berjuang Tanpa Lelah - Jiwa Ansor Menjaga Marwah Nahdlatul Ulama


Pengabdian adalah jalan panjang tanpa pamrih, di mana langkah kaki bukan semata-mata demi pujian, melainkan demi tegaknya nilai kebaikan dan terjaganya warisan perjuangan.


Di Gerakan Pemuda Ansor, setiap Keringat adalah Saksi, setiap Lelah adalah Amal, dan setiap Ikhtiar adalah Bukti Cinta kepada Agama, Bangsa, dan Tanah Air.


Jangan hitung apa yang telah diberikan, tapi hitunglah berapa banyak yang masih bisa diperjuangkan. Karena di medan dakwah dan pengabdian, hanya mereka yang berhati ikhlas dan berjiwa baja yang mampu bertahan.

Teruslah menyalakan Obor Semangat, sebab Ansor bukan hanya Nama, tapi Jiwa yang menanamkan Nilai 'Hubbul Wathan Minal Iman' dalam setiap Denyut Kehidupan

Terjemahkan

Sekolah Administrasi

Trenggalek, 5 Juli 2025 — Pimpinan Cabang Gerakan Pemuda Ansor (PC GP. Ansor) Trenggalek menggelar kegiatan Sekolah Administrasi dan Upgrad...

Selamat Datang Sahabat

Arsip Blog

Sahabat Kita