HARI SANTRI : SEBUAH REFLEKSI DAN PROYEKSI
http://www.ansortrenggalek.or.id/2019/10/hari-santri-sebuah-refleksi-dan-proyeksi_22.html
Oleh : Habib Wakidatul Ihtiar*
Selamat Hari Santri Nasional !
Hari-hari ini kaum santri sedang
berbahagia. Santri tengah bersuka ria merayakan peringatan Hari Santri
Nasional. Sebetulnya, sudah sejak dahulu santri aktif menggelar perayaan dalam
memperingati hari santri, baik di skala lokal maupun nasional. Namun sekarang
peringatan hari santri terasa semakin mantab dan luar biasa.
Kini peringatan hari santri
diperkuat dan diteguhkan dengan adanya penetapan dari pemerintah. Presiden Joko
Widodo telah mengeluarkan Keputusan Presiden No. 22 Tahun 2015 yang isinya
menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional. Keputusan Presiden
ini menjadi kado terindah bagi insan pesantren. Kini setiap tanggal 22 Oktober
diperingati sebagai Hari Santri Nasional.
Peringatan hari santri sesungguhnya
mengandung nilai dan makna yang mendalam. Di samping untuk menunjukkan
eksistensi dan jati diri kaum santri, peringatan hari santri juga berfungsi
sebagai bahan refleksi dan proyeksi diri.
Hari santri seyogyanya menjadi
sebuah momentum refleksi diri. Santri wajib merenungkan kembali seraya
berintrospeksi sejauh mana hal positif yang sudah dilakukan, baik kepada diri
sendiri, keluarga, masyarakat dan negara. Selain itu, santri wajib melihat ke
belakang guna membaca sejarah. Menghayati sejarah peranan dan perjuangan para
kiai dan santri terdahulu. Perjuangan yang tidak kenal lelah, hingga rela
mengorbankan nyawa demi agama dan bangsa.
Salah satu sumbangsih terbesar dari para
kiai dan santri bagi bangsa ini ialah dengan dikeluarkannya fatwa Resolusi
Jihad oleh Hadratussyech KH. Hasyim Asy’ari. Beliau
beserta ratusan kiai dan ulama menggelorakan semangat juang membela bangsa dan
negara. Hal ini sebagai bentuk respon terhadap agresi militer penjajah yang
kedua yang hendak merongrong kemerdekaan Indonesia.
Resolusi Jihad memuat seruan bahwa setiap
muslim wajib memerangi penjajah. Dan apabila ada pejuang yang gugur saat
melawan penjajah termasuk gugur secara syahid. Hal ini memacu semangat
masyarakat Indonesia untuk berjuang hingga titik darah penghabisan. Para kiai
dan santri, beserta seluruh elemen bangsa lainnya, akhirnya mampu mengusir
penjajah dan berhasil mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Semangat dan ruh perjuangan tersebut harus
terus dijaga dan diimplementasikan oleh para santri. Dengannya, santri akan semakin
matang dalam mengabdikan dirinya kepada agama, bangsa dan negara.
Selanjutnya, hari santri juga mesti
dimaknai sebagai momentum membangun proyeksi. Sebagai insan yang mandiri dan
visioner, santri dituntut untuk selalu siap menghadapi tantangan zaman. Santri
wajib mempersiapkan diri dalam menyambut era milenialitas yang syarat akan
hal-hal baru/kontemporer. Oleh karenanya, perlu ada visi dan misi kontekstual
yang digagas oleh santri. Sehingga keberadaan dan peranannya senantiasa
terjaga.
Banyak aspek yang harus dipersiapkan oleh
santri dalam menyongsong era milenial ini. Di antaranya adalah : terus
menjadikan akidah ahlussunnah wal jama’ah sebagai landasan dalam bertindak,
adaptif dan selektif terhadap kemajuan zaman sesuai prinsip al-mukhafadzatu
‘alal qadimi shalih wal akhdzu bil jadidil ashlah, selalu mandiri dan
percaya diri dalam setiap situasi, serta aktif memunculkan inovasi-inovasi
positif yang berguna bagi masyarakat luas.
Bagi kaum pesantren, berdialektika dengan
kondisi sosial masyarakat sesungguhnya bukanlah hal yang asing. Kiai maupun
santri kerap berhadapan dengan pertanyaan-pertanyaan masyarakat yang muncul
dari fenomena sosial. Baik pertanyaan yang bersifat personal maupun kelompok.
Berbekal pengalaman dialektis tersebut,
kaum santri dinilai siap mengahadapi setiap tantangan yang muncul. Dengan
menetapkan visi dan misi yang tepat, niscaya kaum santri dapat menyongsong masa
depan dengan gemilang. Wallahu a’lam.
*Penulis adalah Bendahara PAC
GP. Ansor Trenggalek dan anggota Departemen Komunikasi dan Informasi PC GP.
Ansor Kab. Trenggalek