TENTANG ANSOR
Sejarah lahirnya GP Ansor tidak bisa dilepaskan dari sejarah panjang
kelahiran dan gerakan NU itu sendiri. Tahun 1921 telah muncul ide untuk
mendirikan organisasi pemuda secara intensif. Hal itu juga didorong oleh
kondisi saat itu, di mana-mana muncul organisasi pemuda bersifat
kedaerahan seperti, Jong Java, Jong Ambon, Jong Sumatra, Jong Minahasa,
Jong Celebes dan masih banyak lagi yang lain.
Dibalik ide itu, muncul perbedaan pendapat antara kaum modernis
dan tradisionalis. Disebabkan oleh perdebatan sekitar tahlil, talkin,
taqlid, ijtihad, mazhab dan masalah furuiyah lainnya. Tahun 1924 KH.
Abdul Wahab membentuk organisasi sendiri bernama Syubbanul Wathan
(pemuda tanah air). Organisasi baru itu kemudian dipimpin oleh Abdullah
Ubaid (Kawatan) sebagai Ketua dan Thohir Bakri (Peraban) sebagai Wakil
Ketua dan Abdurrahim (Bubutan) selaku sekretaris.
Setelah Syubbanul Wathan dinilai mantap dan mulai banyak remaja
yang ingin bergabung. Maka pengurus membuat seksi khusus mengurus mereka
yang lebih mengarah kepada kepanduan dengan sebutan “ahlul wathan”. Sesuai kecendrungan pemuda saat itu pada aktivitas kepanduan sebagaimana organisasi pemuda lainnya.[2]
Setelah NU berdiri (31 Januari 1926), aktivitas organisasi pemuda
pendukung KH. Abdul Wahab (pendukung NU) agak mundur. Karena beberapa
tokoh puncaknya terlibat kegiatan NU. Meskipun demikian, tidak secara
langsung Syubbanul Wathan menjadi bagian (onderbouw) dari organisasi NU.
Atas inisiatif Abdullah Ubaid, akhirnya pada tahun 1931
terbentuklah Persatuan Pemuda Nahdlatul Ulama (PPNU). Kemudian tanggal
14 Desember 1932, PPNU berubah nama menjadi Pemuda Nahdlatul Ulama
(PNU). Pada tahun 1934 berubah lagi menjadi Ansor Nahdlatul Oelama
(ANO). Meski ANO sudah diakui sebagai bagian dari NU, namun secara
formal organisasi belum tercantum dalam struktur NU, hubungannya masih
hubungan personal.
Ansor dilahirkan dari rahim Nahdlatul Ulama (NU) karena tuntutan kebutuhan alamiah Jam'iyyah. Berawal dari perbedaan antara tokoh tradisional dan tokoh modernis yang muncul di tubuh Nahdlatul Wathan, organisasi keagamaan yang bergerak di bidang pendidikan Islam, pembinaan mubaligh, dan pembinaan kader. KH Abdul Wahab Hasbullah,
tokoh tradisional dan KH Mas Mansyur yang berhaluan modernis, akhirnya
menempuh arus gerakan yang berbeda justru saat tengah tumbuhnya semangat
untuk mendirikan organisasi kepemudaan Islam.
Dua tahun setelah perpecahan itu, pada 1924
para pemuda yang mendukung KH Abdul Wahab ,yang kemudian menjadi
pendiri NU membentuk wadah dengan nama Syubbanul Wathan (Pemuda Tanah
Air). Organisasi inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya Gerakan
Pemuda Ansor setelah sebelumnya mengalami perubahan nama seperti
Persatuan Pemuda NU (PPNU), Pemuda NU (PNU), dan Anshoru Nahdlatul
Oelama (ANO).
Nama Ansor ini merupakan saran KH. Abdul Wahab (ulama besar sekaligus guru besar kaum muda saat itu), yang diambil dari nama kehormatan yang diberikan Nabi Muhammad SAW kepada penduduk Madinah yang telah berjasa dalam perjuangan membela dan menegakkan agama Allah.
Dengan demikian ANO dimaksudkan dapat mengambil hikmah serta tauladan
terhadap sikap, perilaku dan semangat perjuangan para sahabat Nabi
yang mendapat predikat Ansor tersebut. Gerakan ANO (yang kelak disebut
GP Ansor) harus senantiasa mengacu pada nilai-nilai dasar Sahabat Ansor,
yakni sebagi penolong, pejuang dan bahkan pelopor dalam menyiarkan,
menegakkan dan membentengi ajaran Islam. Inilah komitmen awal yang harus
dipegang teguh setiap anggota ANO (GP Ansor).
Meski ANO dinyatakan sebagai bagian dari NU, secara formal
organisatoris belum tercantum dalam struktur organisasi NU. Hubungan ANO
dengan NU saat itu masih bersifat hubungan pribadi antar tokoh. Baru
pada Muktamar NU ke-9 di Banyuwangi, tepatnya pada tanggal 10 Muharram 1353 H atau 24 April 1934,
ANO diterima dan disahkan sebagai bagian (departemen) pemuda NU dengan
pengurus antara lain: Ketua H.M. Thohir Bakri; Wakil Ketua Abdullah
Oebayd; Sekretaris H. Achmad Barawi dan Abdus Salam (tanggal 24 April
itulah yang kemudian dikenal sebagai tanggal kelahiran Gerakan Pemuda
Ansor).
Dalam perkembangannya secara diam-diam khususnya ANO Cabang Malang mengembangkan organisasi gerakan kepanduan yang disebut Banoe (Barisan Ansor Nahdlatul Oelama) yang kelak disebut BANSER (Barisan Serbaguna). Dalam Kongres II ANO di Malang tahun 1937. Di Kongres ini, Banoe menunjukkan kebolehan pertamakalinya dalam baris berbaris dengan mengenakan seragam
dengan Komandan Moh. Syamsul Islam yang juga Ketua ANO Cabang Malang.
Sedangkan instruktur umum Banoe Malang adalah Mayor TNI Hamid Rusydi,
tokoh yang namaya tetap dikenang dan bahkan diabadikan sebagai salah
satu jalan di kota Malang.
Salah satu keputusan penting Kongres II ANO di Malang tersebut
adalah didirkannya Banoe di tiap cabang ANO. Selain itu, menyempurnakan
Anggaran Rumah Tangga ANO terutama yang menyangkut soal Banoe.
Pada masa pendudukan Jepang organisasi-organisasi pemuda diberangus oleh pemerintah kolonial Jepang termasuk ANO. Setelah revolusi fisik (1945 – 1949) usai, tokoh ANO Surabaya, Moh. Chusaini Tiway, melempar mengemukakan ide untuk mengaktifkan kembali ANO. Ide ini mendapat sambutan positif dari KH. Wachid Hasyim – Menteri Agama RIS kala itu, maka pada tanggal 14 Desember
1949 lahir kesepakatan membangun kembali ANO dengan nama baru Gerakan
Pemuda Ansor, disingkat Pemuda Ansor (kini lebih pupuler disingkat GP
Ansor).
GP Ansor hingga saat ini telah berkembang sedemikan rupa menjadi
organisasi kemasyarakatan pemuda di Indonesia yang memiliki watak
kepemudaan, kerakyatan, keislaman dan kebangsaan. GP Ansor hingga saat
ini telah berkembang memiliki 433 Cabang (Tingkat Kabupaten/Kota) di
bawah koordinasi 32 Pengurus Wilayah (Tingkat Provinsi) hingga ke
tingkat desa. Ditambah dengan kemampuannya mengelola keanggotaan khusus Banser (Barisan Ansor Serbaguna) yang memiliki kualitas dan kekuatan tersendiri di tengah masyarakat.
Di sepanjang sejarah perjalanan bangsa, dengan kemampuan dan
kekuatan tersebut GP Ansor memiliki peran strategis dan signifikan dalam
perkembangan masyarakat Indonesia. GP Ansor mampu mempertahankan
eksistensi dirinya, mampu mendorong percepatan mobilitas sosial,
politik dan kebudayaan bagi anggotanya, serta mampu menunjukkan
kualitas peran maupun kualitas keanggotaannya. GP Ansor tetap eksis
dalam setiap episode sejarah perjalan bangsa dan tetap menempati posisi
dan peran yang stategis dalam setiap pergantian kepemimpinan nasional.
-------------
Penulis : Murdiyanto
Sumber : Ansor Jatim & NU Online