(Orang yang benar-benar mencintaimu tidak akan meninggalkanmu walau engkau menjadi duri yang melintang di depan kaca matanya).
Ungkapan ini mengajarkan kita tentang makna kesetiaan dan ketulusan dalam cinta. Cinta sejati bukanlah tentang kenyamanan semata, melainkan tentang kemauan untuk tetap bertahan dan memperjuangkan meski yang dicinta sedang berada dalam kondisi terburuk sekalipun.
Banyak orang mencintai ketika kita kuat, sehat, sukses, dan bahagia. Namun, hanya segelintir yang bertahan ketika kita sedang rapuh, penuh kekurangan, bahkan ketika kehadiran kita menjadi "duri" yang menyakitkan. Mereka yang benar-benar mencintai, akan tetap ada, bukan karena tidak melihat kekurangan kita, tetapi karena mereka melihat nilai lebih yang melebihi kekurangan tersebut.
Cinta seperti ini berakar dari ketulusan hati, bukan sekadar emosi sesaat. Dalam konteks ini, Islam juga mengajarkan bahwa Allah tidak memandang bentuk fisik atau harta seseorang, melainkan hati dan amalnya (HR. Muslim). Cinta yang didasari oleh hati yang bersih akan memancarkan kesabaran, pengertian, dan keikhlasan.
Orang yang pergi saat kita terjatuh, bisa jadi memang tak pernah benar-benar mencintai. Sebaliknya, orang yang tetap setia walau kita terluka, itulah yang patut kita jaga.
Referensi:
- Hadis Riwayat Muslim no. 2564: “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa dan harta kalian, tetapi Dia melihat kepada hati dan amal kalian.”
- Al-Qur’an, QS. Ar-Rum: 21: “Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan untukmu pasangan-pasangan dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.”
- Al-Hikam Ibn ‘Athaillah: “Jangan berharap pada cinta yang tak diuji, karena cinta sejati selalu teruji.”
Oleh : Tim Media BSA Trenggalek